Selasa, Desember 29, 2009

Sejak Kapan Istilah Pak Haji dan Bu Hajjah Mulai Dipopulerkan

Dalam kebudayaan orang Indonesia, juga di Malaysia, orang yang telah melaksanakan ibadah haji lantas diberi atau memberikan sendiri embel-embel haji (bagi laki-laki) atau hajjah (bagi wanita). Bahkan ada orang yang memakai peci warna putih pun orang kemudian latah memanggilnya dengan sebutan Pak Haji, Bang Haji (kayaknya kalau yang ini hanya Rhoma Irama saja yang pantas dipanggil dengan sebutan ini) atau Akang Haji (awas! surbanna palid) padahal belum tentu yang bersangkutan telah berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan rukun Islam yang ke-5 tersebut. Dan yang gawat adalah kalau kita memanggil seseorang yang telah punya 'titel' haji tanpa embel-embel itu lalu orang tersebut marah.

Di sini saya tidak akan menerangkan apa itu ibadah haji karena saya bukan seorang yang ahli dalam ilmu agama. Namun saya tertarik kepada perihal sejak kapan istilah Pak Haji dan Bu Hajjah ini mulai dipopulerkan karena setahu saya muslim di belahan dunia lain tidak ada yang menggunakan embel-embel ini.

Saya coba cari di wikipedia tentang asal muasal kata haji. Dan ternyata hasilnya adalah: Tidak ada hasil yang sesuai dengan kriteria. Saya agak malas untuk mencari tahu dari sumber lain tentang kajian ini. Hanya saya pernah menonton film semi dokumenter di Metro TV tentang Sejarah Pelaksanaan Haji di Indonesia.

Dalam film itu diceritakan: Waktu jaman penjajahan Belanda (tepatnya saya lupa lagi) setiap jemaah calon haji dikumpulkan di salah satu pulau di gugusan Pulau Seribu (nama pulaunya pun saya lupa lagi) sebelum para jemaah calon haji tersebut berangkat ke tanah suci. Oleh pemerintah Kolonial Belanda diharuskan setiap orang yang telah melaksanakan ibadah haji tersebut menambahkan huruf "H" atau "Hj" sebagai identitas mereka.

Sebenarnya Belanda memberlakukan aturan ini agar Belanda bisa mengidentifikasi warga Indonesia yang mempunyai kecenderungan untuk menjadi pemberontak.

Bukankah untuk melaksanakan ibadah haji memerlukan biaya yang cukup besar? Jadi yang bisa melaksanakan ibadah haji (waktu itu) tentunya adalah orang kaya. Orang yang punya "kekuatan" dilihat dari segi materi -- ingat sejarah perjuangan H. Zainal Mustafa di Tasikmalaya.

Insya Allah, suatu hari nanti saya bisa melaksanakan ibadah haji, sepulang dari sana saya tidak akan sudi menambahkan huruf "H" tersebut di awal nama saya karena saya bukanlah orang yang patut dicurigai oleh pemerintah Kolonial Belanda.. Saya juga tidak akan tersinggung apalagi marah jika ada orang yang tidak memanggil saya dengan sapaan Bang Haji karena saya bukanlah Rhoma Irama.

Tidak ada komentar: