Minggu, Desember 21, 2008

NGE-NET MERUPAKAN SUATU TINDAK KEJAHATAN

Ini bukan cerita bohong! Jangankan untuk menjelajah dunia maya (baca: internet) untuk membuka komputer pun merupakan suatu bentuk hal yang dilarang. Setidaknya itu yang pernah saya alami di tempat saya bekerja.
Saya termasuk orang yang “lebih” menggunakan fasilitas kantor dibandingkan teman lainnya di tempat saya bekerja. Orang lain paling “hanya” menggunakan telepon kantor untuk digunakan menghubungi orang lain (entah saudara, teman atau bahkan teman selingkuhannya – padahal mereka punya HP sendiri-sendiri) tapi saya lebih dari itu.
Di kantor saya tidak ada jaringan internet seperti umumnya di kantor-kantor modern di Jakarta. Jadi saya utak-atik komputer yang ada di meja saya untuk difungsikan jaringan internetnya. Tentunya itu dilakukan secara diam-diam. Saya membuka internet pun secara diam-diam.
Pernah suatu waktu saya ketahuan menggunakan internet gara-gara kabel telepon lupa saya cabut lagi dari komputer. Akhirnya saya disidang:
“Apakah kamu pakai jaringan internet?”, tanya provost kantor. Saya jawab singkat, “Ya”. Kemudian dia bertanya lagi, ”Apakah sudah ada ijin dari Kepala Kantor?”. Saya jawab singkat lagi, “Tidak”.
Padahal waktu kejadian itu saya pakai komputer/internet untuk mengajari adik dari si Provost Kantor (ada paktek KKN di kantor saya juga) yang ingin belajar tentang internet.
Adik si Provost Kantor itu baru masuk bekerja setelah ia sendiri pindah dari kantor pusat ke kantor tempat saya bekerja. Hanya berselang beberapa minggu adiknya pun bekerja di sini (apakah itu bukan KKN namanya, Madam!). adiknya mengaku sarjana TI tapi untuk urusan internet ternyata dia kagak tahu apa-apa …. Oh, Tuhan! Apakah seperti ini sarjana-sarjana yang ada di Indonesia … sarjana dodol!
Lewat jaringan bawah tanah (karyawan yang lain tahu tapi pura-pura tidak tahu bahwa saya suka pakai internet), adik si Provost Kantor itu akhirnya tahu kalau saya suka buka internet. Dengan gaya seperti anak kecil setengah memaksa dia minta diajari membuka jaringan internet (padahal saya bukan lulusan sekolah teknologi informasi). Akhirnya saya turuti permintaannya dengan setengah terpaksa.
Nah, setelah memberi mata kuliah Bagaimana Membangun Jaringan Internet di Kantor yang Tidak Mempunyai Kebijakan Tidak Boleh Pakai Komputer untuk Buka Internet akhirnya ketahuan gara-gara kabel telepon yang tadinya saya “pinjam” lupa saya kembalikan. Akhirnya saya di-BAP oleh provost kantor. Tapi demi menjaga kode etik profesional sebagai dosen tidak tetap TI saya tidak menceritakan bahwa saya baru saja memberikan kuliah 2 sks untuk adiknya (dan untuk itu saya pun tidak dapat honor).
Suatu hal yang menggelikan pertanyaan itu dilontarkan karena memang kebijakan kantor tidak memperbolehkannya. Setidaknya untuk orang seperti saya. Aturan itu tidak berlaku bagi strata yang ada di atas saya. Padahal mereka (saya tahu pasti) pakai fasilitas kantor hanya untuk game online.
Mereka lupa bahwa saya pernah punya “jasa” ketika Big Boss ada pekerjaan yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bekerja. Sayalah yang mengerjakan hal itu. Ketika itu Big Boss sedang berkunjung ke kantor dan menunggu fax draft pidato dari kantor pusat. Setelah fax datang kemudian draft pidato itu dikoreksi kemudian oleh asisten Big Boss dikirim ulang ke kantor pusat untuk diperbaiki oleh sekretaris Big Boss yang ada di sana apa yang telah dikoreksi oleh Big Boss. Setelah diperbaiki kemudian dikirim lagi ke kantor saya. Pekerjaan itu berulang beberapa kali.
Saya perhatikan orang-orang ini bekerja kho tidak efesien padahal dilihat dari penampilannya keren sekali. Baju rapi, sepatu merk terkenal bahkan HP pun lebih dari satu. Kemudian saya bisikan ke asisten Big Boss bahwa saya bisa membantu pekerjaan itu. Akhirnya saya berikan alamat email saya kepada asisten Big Boss untuk disms-kan kepada sekretaris yang kerepotan antara mengetik ulang dan mengirim lewat fax draft pidato tersebut. Akhirnya si sekretaris mengirim email kepada saya draft pidato tersebut kemudian oleh si asisten draft itu diserahkan kepada Big Boss – yang tentunya tampilannya lebih rapi dibanding dengan format fax yang kadang tidak bersih.
Setelah kejadian di mana saya disidang oleh provost kantor, semua komputer di kantor saya diubah password-nya. Saya tidak paham akan kebijakan baru itu tapi yang aneh ada petugas cleaning service yang tahu password-nya. Dia punya akses dibanding saya. Dia bisa pakai komputer (saya yakin hanya untuk main game saja atau denger musik atau nonton film) sedangkan saya tidak. … kurang ajar umpat saya. Ini tidak adil namanya.

Sengsara Membawa Hikmah
Setelah ada kebijakan baru saya sudah jarang duduk di meja saya. Untuk apa duduk di situ menghadapi komputer yang tak lebih seperti barang pajangan saja.
Suatu hari, ada orang yang minta tolong kepada saya diurus surat ijin. Saya katakan bahwa saya bisa bantu tapi mungkin tidak bisa cepat karena saya mesti ke rental komputer untuk mengerjakannya. Beliau heran dengan perkataan saya. Akhirnya saya ceritakan kejadiannya. Alhamdlillah, setelah saya ceritakan pengalaman saya itu Beliau berjanji akan memberikan laptop (bekas pakai) untuk bisa saya gunakan.
Hari-hari di mana saya mesti sembunyi-sembunyi kalau mau baca email atau cari berita di internet tidak terjadi lagi karena setelah ganti kepala kantor kebijakan telah berubah. Beberapa hari yang lalu di kantor saya telah dibuat jaringan internet sehingga kami semua bisa nge-net sepuasnya. Sekarang nge-net bukan lagi suatu bentuk tindak kejahatan. Jadi tidak perlu khawatir berurusan dengan provost yang galak.
Oh, ya! Ingin tahu nasib si Provost Kantor dan adiknya. Setelah hari raya Idul Fitri kemarin keduanya sudah tidak bekerja lagi di sini. Alasannya … emang Gue pikirin!